Kisah pilu datang dari Pekalongan, Jawa Tengah, di mana seorang ibu dan anak terpaksa mengungsi ke kandang ayam demi menyelamatkan diri setelah mengalami kekerasan seksual dan teror dari pelaku. Peristiwa tragis ini menggambarkan betapa rapuhnya perlindungan terhadap perempuan dan anak, khususnya mereka yang tinggal dalam kondisi ekonomi yang sangat terbatas. Rumah korban yang hanya terbuat dari kayu papan menjadi simbol nyata kerentanan yang kerap tak terlihat oleh sistem hukum dan sosial.
Menurut pengakuan sang suami yang juga ayah korban, peristiwa kekerasan seksual dilakukan oleh pelaku di dalam rumah, saat malam hari. Sang anak menjadi korban saat sedang sendirian di rumah, sedangkan ibunya tengah berada di luar. Pelaku yang sudah mengenal lingkungan sekitar memanfaatkan kondisi rumah korban yang bisa dimasuki meskipun dalam keadaan terkunci karena struktur bangunannya yang lapuk dan memiliki celah.
Dari hasil pemeriksaan medis, ditemukan adanya luka pada alat kelamin anak korban, yang memperkuat dugaan kuat bahwa tindakan kekerasan seksual benar-benar terjadi. Luka fisik tersebut hanya bagian dari trauma yang lebih besar—rasa takut dan tekanan mental yang kini membayangi keluarga tersebut. Sang ibu mengaku tak berani pulang ke rumah karena terus-menerus diancam oleh pelaku yang masih bebas berkeliaran.
Karena rasa takut yang begitu besar, ibu dan anak memilih untuk tinggal sementara di kandang ayam milik tetangga, tempat yang tak layak huni namun dianggap lebih aman daripada kembali ke rumah mereka sendiri. Dalam kondisi demikian, mereka hidup seadanya tanpa jaminan keselamatan, hanya bertumpu pada rasa saling menjaga satu sama lain. Bantuan dari masyarakat setempat dan pihak berwenang pun masih minim, meskipun kasus ini mulai mencuat ke publik.
Kepolisian telah menerima laporan dan saat ini dikabarkan tengah menyelidiki kasus tersebut. Namun warga dan aktivis perlindungan anak mendesak agar proses hukum dilakukan secara cepat dan transparan. Pelaku harus segera ditangkap agar korban tidak terus hidup dalam ketakutan, dan agar keadilan dapat ditegakkan. Perlindungan terhadap korban juga harus dijamin melalui pemulihan psikologis dan dukungan sosial jangka panjang.
Kasus ini menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam menjamin rasa aman bagi seluruh warga negara, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan. Dalam situasi darurat seperti ini, kecepatan respons sangat krusial agar trauma tidak semakin dalam dan berkepanjangan. Pendampingan hukum, psikologis, serta bantuan pemulihan tempat tinggal harus menjadi prioritas.
Tragedi yang menimpa ibu dan anak di Pekalongan ini adalah cerminan dari bagaimana kejahatan seksual masih menghantui banyak keluarga di pelosok negeri. Ia bukan hanya cerita duka, tetapi juga panggilan keras bagi negara dan masyarakat untuk tidak lagi tinggal diam. Keberanian korban untuk melapor adalah awal, namun tanggung jawab kita semua adalah memastikan mereka tidak sendirian dalam memperjuangkan keadilan.