Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah mematangkan harmonisasi revisi Undang-Undang Haji yang selama ini dinilai terlalu terpusat pada peran Kementerian Agama. Proses harmonisasi dan sinkronisasi tersebut bertujuan untuk memberikan ruang yang lebih besar kepada lembaga atau badan haji di luar struktur Kemenag, agar memiliki peran dan kewenangan yang lebih jelas dan signifikan dalam penyelenggaraan ibadah haji nasional.
Wakil Ketua Baleg DPR menyampaikan bahwa proses harmonisasi saat ini sudah memasuki tahap lanjutan, setelah sebelumnya digelar rapat internal dan akan dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) untuk menyerap masukan dari berbagai pihak. “Mudah-mudahan seminggu atau dua minggu ini kita bisa selesaikan harmonisasi dan sinkronisasi Badan Haji,” ujar salah satu anggota Baleg.
Salah satu isu krusial dalam revisi ini adalah tentang dominasi Kementerian Agama dalam mengatur semua aspek penyelenggaraan haji. “Kecenderungannya kemarin itu masih kuat pengaturannya di Kementerian Agama, jadi seolah-olah badan ini ya seperti tidak ada fungsinya,” ujarnya. Hal ini menunjukkan adanya keinginan dari legislatif untuk memperkuat kelembagaan badan haji yang selama ini dianggap hanya pelengkap semata.
Dalam sistem yang berjalan selama ini, kewenangan utama dalam pengelolaan dana, logistik, dan operasional ibadah haji berada di bawah kontrol penuh Kemenag. Meskipun ada badan yang dibentuk untuk membantu, peran strategisnya cenderung terabaikan. Revisi UU Haji diharapkan bisa memperjelas fungsi, struktur, dan koordinasi antar-lembaga agar penyelenggaraan haji semakin profesional dan akuntabel.
Baleg DPR menilai penting untuk melakukan pemetaan ulang terhadap peran-peran kelembagaan haji agar tidak terjadi tumpang tindih ataupun ketimpangan. Penguatan badan haji juga dinilai bisa mendorong lahirnya inovasi dan efisiensi dalam pelaksanaan haji, terutama menyangkut pelayanan jamaah, akomodasi, transportasi, dan perlindungan jemaah selama di tanah suci.
Penyelenggaraan haji merupakan agenda nasional yang melibatkan anggaran besar dan jumlah jemaah yang tidak sedikit. Oleh karena itu, revisi UU Haji dipandang mendesak untuk menjawab berbagai tantangan zaman, termasuk digitalisasi layanan, pengawasan penggunaan dana haji, serta tata kelola pelaksanaan ibadah yang lebih transparan dan modern.
Dengan target penyelesaian harmonisasi dalam dua minggu ke depan, DPR berharap publik dapat segera melihat naskah final revisi yang mengakomodasi kebutuhan umat dan memperkuat tata kelola haji. Ke depan, revisi ini diharapkan tak hanya menyelesaikan problem kelembagaan, tetapi juga meningkatkan kualitas pengalaman spiritual jemaah haji Indonesia.